Hari Jadi Kelurahan Gadang-Malang, Dimulai 24 Juli 1385

- Minggu, 29 Januari 2023 | 17:34 WIB
Prasasti Gadang di Museum Nasional Jakarta dengan no. inventaris D. 180. (HO/KLIKTIMES.COM)
Prasasti Gadang di Museum Nasional Jakarta dengan no. inventaris D. 180. (HO/KLIKTIMES.COM)


Oleh Rakai Hino Galewangi, Suwardono


Gadang merupakan salah satu wilayah kelurahan di Kecamatan Sukun Kota Malang. Wilayah kelurahan ini menjadi bagian dari Kecamatan Sukun berdasarkan PP No.15 tahun 1987. Sebelum tahun 1987 wilayah Gadang merupakan suatu ‘kelurahan’ dari wilayah Kecamatan Kedung Kandang Kota Malang atas dasar Peraturan Pemerintah No. 135 Tahun 1981. Sebelum itu wilayah Gadang merupakan salah satu ‘desa’ dari Kecamatan Kedung Kandang Kota Malang yang terdiri dari 1 wilayah lingkungan dan 11 wilayah desa berdasar Peraturan Daerah No. 4 Tahun 1967. Pada masa pemerintahan Belanda, berdasar Staatblad no.120 19 April 1883, Desa Gadang masuk dalam District Malang Afdeeling Malang Resident Pasuruan. Tahun 1911 Desa Gadang tercatat sebagai onderdistrict (pemerintahan sekelas kecamatan) di District Malang.

Namun siapa sangka bahwa Kelurahan Gadang ternyata memiliki sejarah pemerintahan yang cukup panjang, tidak hanya pada masa kolonial saja. Desa Gadang secara tertulis sudah dikenal sejak tahun 1198 yaitu di dalam Prasasti Pamotoh yang dikeluarkan pada zaman Kerajaan Kadiri. Pada waktu itu Desa Gadang masuk dalam ‘wisaya’ (wilayah semacam kadipaten) Kanuruhan.

Riwayat Desa Gadang berdasar penelusuran yang dilakukan oleh Rakai Hino Galeswangi dan Suwardono antara bulan September 2022 sampai dengan Januari 2023, perjalanan sejarah Desa Gadang dapat dikaitkan dengan Prasasti Gadang tahun 1307 Śaka yang sekarang disimpan di Museum Nasional dengan no. inventaris D. 180.

Baca Juga: Wanwacarita

Menurutnya, isi Prasasti Gadang berkenaan dengan penganugerahan tanah sīma di Desa Gadang pada zaman Majapahit masa pemerintahan Sri Rajasanagara atau Hayamwuruk. Anugerah tanah sīma di Gadang diberikan kepada seorang tokoh bernama Dhapunta Bulanawijaya guna kelangsungan bangunan suci candi. Peristiwa itu ditandai dengan Prasasti Gadang yang bertanggal 3 kresnapaksa hari Was Kaliwuan Soma wuku Wuyai bintang yoga Wrdhi tahun 1307 Śaka. Penanggalan Śaka ini equivalent dengan kalender Masehi yang jatuh pada hari Senin Kliwon tanggal 24 Juli 1385.

Dalam melakukan penelusuran sisa-sisa peninggalan purbakala di daerah Gadang, Rakai Hino Galeswangi dan Suwardono merujuk kepada laporan Maurenbrecher yang dimuat dalam Oudheidkundig Verslag tahun 1923 serta laporan Crucq dalam Oudheidkundig Verslag tahun 1929 tentang batu-batu candi di punden makam ‘Mbah Djosari’, fragmen arca dan lingga kecil di makam lama Jl. Gadang Gg. VI yang di dalamnya terdapat punden makam ‘Nyai Putri’ yang di atasnya ditumpuk potongan batu-batu candi, serta Prasasti Gadang. Hasil penelusuran yang dilakukan mereka berdua di makam lama, diketahui adanya struktur bata dengan ukuran lbr. 23 cm tbl. 9 cm dan panjang tidak diketahui karena tidak mendapati bata yang utuh. Atas informasi seorang warga yang berprofesi sebagai penggali kubur, di area makam didapati pola keletakan bata membentuk bujursangkar ± 6 m2. Di sana di bawah pohon beringin ditemukan sisa batu candi yang sekarang dikenal sebagai punden keramat ‘Mbah Kepolo’. Oleh karena itu makam lama ditengarai adalah sisa dari situs bangunan suci candi.

Punden makam ‘Mbah Djosari’ di Jl. Gadang Gg. 21 B
Punden makam ‘Mbah Djosari’ di Jl. Gadang Gg. 21 B (HO/KLIKTIMES.COM)

Sementara penelusuran di tenggara makam ‘Kebon Toro’, didapati situs struktur bata yang memanjang ± 92.25 m, dan di area makam ‘Kebon Toro’ ditengarai terdapat struktur bata. Ukuran bata di daerah ini ada 2 jenis, yaitu yang ukuran lbr. 21 cm tbl. 7 cm sementara panjang tidak diketahui karena tidak mendapati bata yang ukuran utuh, dan ukuran lbr. 18 cm tbl. 6 cm panjangnya tidak diketahui.

Area makam lama Gadang di Jl. Gadang Gg. VI. Di bawah pohon beringin sisi timur merupakan situs bangunan suci candi
Area makam lama Gadang di Jl. Gadang Gg. VI. Di bawah pohon beringin sisi timur merupakan situs bangunan suci candi (HO/KLIKTIMES.COM)

 

Menurut interpretasi Suwardono, situs di area makam ‘Kebon Toro’ merupakan tanah sīma yang dimaksud di dalam Prasasti Gadang dan tentunya prasasti itu dahulunya berasal dari sana.

Tanda panah lokasi struktur bata merah yang memanjang membentuk pematang di area makam ‘Kebon Toro’.
Tanda panah lokasi struktur bata merah yang memanjang membentuk pematang di area makam ‘Kebon Toro’. (HO/KLIKTIMES.COM)

Lebih jauh Rakai Hino Galeswangi menjelaskan bahwa Dhapunta Bulanawijaya diduga seorang tokoh keagamaan di Gadang yang berjasa kepada raja, sehingga mendapat anugerah tanah sīma di Gadang. Kata ‘Dhapunta’ berarti yang dipertuan atau mpungku atau mpu. Penerima anugerah sīma di suatu desa dengan sendirinya menjadi kepala sīma di desa tersebut. Sejak ditetapkannya Prasasti Gadang tanggal 3 kresnapaksa hari Was (paringkĕlan) Kaliwuan (pasaran) Soma wuku Wuyai tahun 1307 Śaka atau equivalent dengan hari Senin Kliwon tanggal 24 Juli 1385, maka segala sesuatu yang berhubungan dengan pemerintahan dan sosial keagamaan Desa Gadang menjadi kewajiban dan hak Dhapunta Bulanawijaya sebagai kepala sīma, bukan lagi menjadi tanggungjawab dan hak para rāma (para tetua) Desa Gadang. Zaman dahulu hingga pada masa sistem pemerintahan kerajaan, desa tidak dipimpin oleh seorang kepala desa, tetapi dipimpin secara bersama oleh para rāma (para tetua desa).


Atas pergantian sistem kepemimpinan desa dari beberapa orang rāma kepada satu orang kepala daerah sīma, tentunya dapat digunakan sebagai tanda berdirinya atau tĕtĕngĕr Hari Jadi Pemerintahan Desa Gadang berdasar Prasasti Gadang, yaitu hari Senin Kliwon tanggal 24 Juli 1385. Dengan demikian sejarah pemerintahan Gadang sampai tahun 2023 ini sudah mencapai 638 tahun, sambung Suwardono.

 

Halaman:

Editor: Abdul Malik

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Yongki Irawan Dalam Kenangan

Selasa, 28 Maret 2023 | 22:15 WIB

Kalatidha Kotaku?

Jumat, 24 Maret 2023 | 10:43 WIB

Realitas Yang Berbeda

Sabtu, 18 Maret 2023 | 13:06 WIB

Air Mata Air Peradaban

Minggu, 12 Maret 2023 | 22:58 WIB

Meragukan Pikiran (2)

Minggu, 12 Maret 2023 | 17:52 WIB

Kiprah Kesenimanan Seorang Ahli Geologist

Minggu, 12 Maret 2023 | 16:27 WIB

Isyu Global Memarjinalkan Yang Lokal ?

Minggu, 5 Maret 2023 | 08:31 WIB

Meretas Asa Wisata Saujana Dusun Geneng

Senin, 27 Februari 2023 | 19:15 WIB

Unikum dan Urgensi Patirthan Geneng

Senin, 27 Februari 2023 | 19:10 WIB

Pemujaan Dewi Shitala di Jawa Masa Lampau

Senin, 27 Februari 2023 | 19:06 WIB

Dewi Shitala pada Bangunan Suci di Jawa

Senin, 27 Februari 2023 | 19:01 WIB

Ikonografi Dewi Shitala

Senin, 27 Februari 2023 | 18:55 WIB

Teater IDEoT Adalah Kampus Kehidupan Bagiku

Senin, 27 Februari 2023 | 08:46 WIB
X