Tirai tengah tersingkap menceritakan reka
adegannya.Disoroti tubuh sang perempuan.
Sang perempuan yang berwajah bayi.Sang
perempuan yang datang pada sang dalang.
Didamba pula sandiwara yang selalu ingin
dipinang.Tentang hulubalang yang menantakkan
sebuah mata pada kedalaman air yang mewangi.
Lalu menangislah hulubalang.Tak henti-hentinya hingga diretakkannya dadanya.Diremasnya
retakan dadanya hingga remah.malang-melintang
remah tersebar hingga ubun-ubun, sembari
mendendangkan pada seluruh butala:
Ada purnama di sengkuap bola matanya.
Dan berlabuhlah aku pada kelir matanya.
Dan menetaplah aku di antara tekung matanya.
Dan hiduplah aku hingga di muara matanya.
Pada sore hari yang bertambat pada serambinya.
Hulubalang menutup pelupuk matanya.Diikatkan
kuat tubuhnya pada adang-adangnya.Lalu
berlayarlah hulubalang, mengambang lepas pada
penjuru semestanya.
Baca Juga: Puisi 19
Bening Siti Aisyah lahir di Gresik, 7 Maret 1996. SD sampai SMA dihabiskan di Gresik. Dia merupakan alumni Universitas Jember Fakultas Ilmu Budaya sub Jurusan Linguistik. Tahun 2014 menerbitkan buku puisi pertama dengan judul Perohong. Tahun 2018 menjadi salah satu pemenang penulisan puisi di Peksimida (Pekan Seni Mahasiswa Daerah) Jawa Timur. Tahun 2020 puisinya turut serta dalam buku Kutulis Untukmu (buku puisi antologi Bersama enam komunitas sastra Wanita). Beberapa puisinya juga tersiar di koran Kompas. Kini bekerja sebagai tenaga pendidik di SMA Unggulan Berbasis Pesantren Amanatul Ummah Pacet Mojokerto.
Artikel Terkait
Karcis Terakhir
Ijen Kepada F
Puisi 19
Nyanyian Malikan ll: Suara Buana
Nyanyian Malikan ll :Tujuh Bagiannya