Oleh: Slamet Hendro Kusumo
Berulang sejarah kelam yang selalu membuat masyarakat sipil dikorbankan. Dalam kontek pemilihan yang diatur oleh undang-undang, bahwa pemilihan itu jujur dan adil. Suara rakyat adalah suara Tuhan. Akan tetapi kelanjutan dari pasca pemilihan tersebut, ikatan emosional politik sirna begitu saja. Memang ada tradisi reses, akan tetapi muatan pertemuan tersebut belum didasarkan atas tujuan aspirasi yang tertulis dalam spanduk pertemuan. Faktanya, hanya curhat-cuhatan soal pekerjaan di DPR, sedangkan masyarakat yang diundang, hanya menempati posisi sebagai konstituen "penyumbang suara".
C. Gould: hak untuk hidup, masuk ruang lingkup untuk tidak dibunuh (dilindungi), dan hak substensi sebagai sarana yang diuntungkan.
Dialog-dialog tersebut tidak pernah menyentuh konsep-konsep penting bagi pertumbuhan dan perubahan zaman, apalagi strategi negara bangsa. Terpetakan pertemuan tersebut, adalah pertemuan "miskin makna" . maka diperlukan cara baru, agar dapat menyerap "aspirasi yang lebih terukur". Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa stigma wakil rakyat, perlu dipertanyakan kualitasnya, walaupun ini penuh dengan dinamika dan dimensi kepentingan individunya. Barangkali yang tepat adalah "wakil administrasi", bukan wakil ideologis dalam pesta demokrasi. Sementara itu masyarakat yang diundang, jika di desa, dipilihlah yang tidak begitu paham soal regulasi politik. Karena tujuannya adalah pertemuan fisik yang dikedepankan adalah bagaimana menjaga suara yang akan digunakan saat pemilihan nantinya. Maka konstituen tersebut yang dihadirkan tidak kritis-kritis amat, dengan bumbu-bumbu proyek-proyek kecil dan pulang bawa amplop habis perkara. Itulah reses DPR hari ini.
Pemahaman Marjinalisasi, bisa diasumsikan sebagai pengerdilan demokrasi terbelah. Sebab demokrasi dalam pengertian kesetaraan dan kebebasan adalah "wujud kreatifitas" dalam menghadapi perubahan-perubahan yang menyangkut hak dan kewajiban. Artinya ada misi untuk memperbaiki keadaan, serta evaluasi, ada kontrol dan tentunya dalam hal partisipasi aktif masyarakat sipil dengan DPR. Rasanya tidaklah berlebihan jika para pendulang suara yaitu DPR, dapat dipersepsikan hanya untuk kepentingan individu calon partai saja. Sudah banyak dislogakan saat kampanye, munaslub, rakerda, jika disyuting TV para kader dengan seksama mengedepankan pidato "heroisme, tentang luapan emosi membela rakyat".
Kejadian itu hampir terlihat di semua aktivitas partai saat pertemuan antar kader.
Sebenarnya mereka sadar betul tentang kepatutan-kepatutan dalam hal demokrasi. Sayangnya tidak pernah ada "koreksi serius", jika ada kesalahan atau tindakan yang melawan, ideologi partai ataupun undang-undang. Kecuali hanya, pemutusan anggota dan pemecatan dari kesalahan yang diperbuatnya terhadap eksistensi partai. Namun partai itu sendiri tidak pernah mempertanggungjawabkan secara etik dan moral kepada masyarakat.
Baca Juga: Kekuatan dan Partisipasi Aktif Individu
C. Gould: dalam perspektif hak asasi dalam demokrasi yaitu partisipasi dalam pembuatan keputusan, hanya dimiliki kaum elit yang merasa mewakili. Namun hak pengambilan keputusan ekonomi dan sosial belum pernah dihadirkan di dalamnya. Kecuali ada tekanan masyarakat sipil.
Rakyat tidak pernah tahu hasil koreksinya jika ada pelanggaran-pelanggaran. Jika saja partai itu masih berpegang kepada muatan luhur, yaitu suara rakyat adalah suara Tuhan, tentunya perlu dipertanyakan terkait dengan hal-hal legal standing etik moral partai. Hari ini diperlukan sekali keterbukaan sistem. Terutama sikap partai dalam menghadapi kritik-kritik tajam masyarakat. Bukan bersikukuh membuat alasan-alasan berbalut aturan untuk menyembunyikan kelemahan-kelemahan individu/pimpinan partai, wakil partai, harus mampu mengubah tabiat masa lalu yang tidak patut.
C. Gould: konsep kebebasan positif, terkait hak asasi manusia menjadi persoalan dan tidak memiliki argumen yaitu terpisahnya hak sosial, ekonomi dan hak asasi, gagal dipertahankan.
Peran masyarakat sipil, dalam "politik jalanan", maksudnya tindakan demokrasi yang tak ada dalam ruang lingkup aturan main, sudah menjadi marak dalam jagat maya. Sebagai wujudnya adalah pikiran-pikiran neoliberalisme. Setiap individu maupun kelompok, dalam tiktok, podcast dan sejenisnya dapat menciptakan keseimbangan baru atau kesetaraan akan kebebasan. Seperti yang diamanatkan dalam demokrasi liberal. Ruang tersebut menjadi efektif, dampaknya melebihi media mainstream. Langsung dapat diakses oleh masyarakat umum tanpa terkecuali. Terkait pernyataan-pernyataan, pendapat, hujatan hingga persoalan-persoalan pribadi menjadi konsumsi, yang tak terbendung dalam menu berita di masyarakat.
Tampaknya hal inilah yang tidak terduga, sehingga banyak terbukanya kasus-kasus rumit, terselubung yang selama ini dilindungi oleh sekelompok elitis, pengguna demokrasi terbongkar tak terbendung. Sehingga menjadi temuan-temuan karena viralnya informasi tersebut. Memunculkan sejumlah spekulasi-spekulasi dugaan kasus lain yang terkait dengan peristiwa tersebut seperti Sambo, dugaan penyelewengan bansos, korupsi hingga persoalan politik identitas. Ngeri-ngeri sedap bahwa demokrasi itu, ternyata hanya milik dan panggung segelintir elit politik bukan milik masyarakat marjinal.
Tancep kayon, Bumiaji, 15 Januari 2023
Baca Juga: Marjinalisasi, Residu Demokrasi
Slamet Hendro Kusumo (henkus) lahir di Batu, 5 Mei 1959 adalah seorang pekerja seni lukis/rupa di Batu. Menyelesaikan pendidikan program doktor (S3) Sosiologi di Universitas Muhammadiyah Malang tahun (2021). Aktif mengadakan pameran seni rupa di berbagai kota di Indonesia dan di beberapa Negara. Sejak 1979 s.d 2022 kini mengelola Omah Budaya Slamet (OBS), yang didirikan tahun 2002. Bergerak dalam kegiatan dan pemikiran kebudayaan, dll.
Artikel Terkait
Wabup Malang Apresiasi DPC Peradi Kabupaten Malang Lahirkan Advokat Baru
DPC Peradi Kabupaten Malang Terbentuk, Syarif Hidayatulloh Terpilih Sebagai Ketua
Peradi: Panpel dan Aparat Kepolisian Harus Bertanggungjawab
Anggota PERADI PERGERAKAN Malang Tanggapi Polemik Pengerjaan Overlay Jalan oleh DPUPRPKP
PERADI PERGERAKAN Malang Pertanyakan Penggunaan Anggaran PAK 2022 untuk Overlay Jalan