KLIKTIMES.COM | DENPASAR-Sejak menempuh pendidikan di SD 3 Ubud hingga SMP Negeri Ubud, anak pertama dari tiga bersaudara ini selalu menjadi siswa dengan nilai tertinggi di sekolahnya. Oleh karena itu, setelah tamat SMP pada tahun 1971, ia bercita-cita dapat melanjutkan sekolah ke SMA agar bisa menjadi dokter.
Namun, setelah menyampaikan keinginan tersebut pada kedua orang tuanya, ayah dan ibu Wayan Rai menyatakan tidak sanggup untuk membiayai pendidikannya jika ingin menjadi dokter.
Dengan kegiatan sehari-hari sebatas menjual kelapa, kedua orang tuanya menyampaikan paling-paling hanya mampu membiayai sekolah hingga jenjang SMA. "Saya saat itu sedih sekali, dan sempat frustrasi karena tidak mampu melanjutkan ke SMA," ujarnya
Di tengah rasa kecewanya, saat Hari Galungan, Wayan Rai bersama sejumlah teman, lalu bermain ke objek wisata Goa Gajah. Di salah satu warung di dekat Goa Gajah ia melihat foto-foto dua seniman dari Ubud dan Peliatan, yakni Cokorda Agung Mas dan Wayan Gandra sedang mengajar di Los Angeles.
Saat itu, Made Roja, sang teman menyeletuk bahwa Wayan Rai pun bisa mengikuti jejak ke dua tokoh seni itu ke Amerika Serikat karena Wayan Rai juga mahir magambel. Dari peristiwa itu akhirnya ia pun kembali bersemangat dan memutuskan melanjutkan pendidikan ke Kokar (Konservatori Karawitan) Bali di Kota Denpasar.
Baca Juga: Prof Dr I Wayan Rai S, Reinkarnasi Guru Kantun Tokoh Seniman dari Ubud
Ketika masuk di Kokar Bali (1971—1974), ia terus berjuang agar selalu menjadi yang terbaik. Alhasil, Wayan Rai selalu meraih peringkat pertama di kelas dan terpilih menjadi pemain basket inti dan penabuh inti yang mewakili Kokar Bali dalam berbagai ajang kegiatan.
Meskipun telah bersekolah di sekolah seni, cita-citanya untuk menjadi dokter tak surut. "Setiap melihat dokter, hati saya selalu gelisah," ucapnya.
Lagi-lagi, kondisi ekonomi yang serba kekurangan, menyebabkan Wayan Rai tak bisa mengikuti jejak teman-temannya yang melanjutkan pendidikan tinggi ke luar Bali. Ia pun memilih melanjutkan pendidikan tinggi di Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Denpasar di Jurusan Tari pada tahun 1974.
Untuk membayar uang kuliah, sejak pukul 07.00-13.00 Wita, ia harus bekerja di Komdak (Komando Daerah Kepolisian) Nusa Tenggara.
Artikel Terkait
Pengenaan Cincin pada Organ Tubuh
Pesta Berubah Jadi Bencana, Kerinduan Akan Perhelatan Akbar Pasca Pandemi
Belenggu Dua Setengah Warsa Era Pandemi
Belajar Bijak dari Tragedi di Kala Pesta
Prof Dr I Wayan Rai S, Ya Etnomusikolog Ya Penjual Pisang Goreng