Gede-Dowo Phallus-nya: Fragmen Arca Unik Pada Halaman SD Jatimulyo (2)

- Rabu, 21 September 2022 | 17:44 WIB
Dalam kondisi duduk, dengan posisi kaki terlipat (contracted) -- kedua lututnya menempel di dada, arca dari batu kali (andesit) ini berukuran sekitar 1 meter. Berarti, berukuran cukup besar. Detail pahatannya aus karena terkena panas hujan dan terbalut lumut. Kendati demikian, garis besar bentuknya  (M DWI CAHYONO)
Dalam kondisi duduk, dengan posisi kaki terlipat (contracted) -- kedua lututnya menempel di dada, arca dari batu kali (andesit) ini berukuran sekitar 1 meter. Berarti, berukuran cukup besar. Detail pahatannya aus karena terkena panas hujan dan terbalut lumut. Kendati demikian, garis besar bentuknya (M DWI CAHYONO)

Oleh : M. Dwi Cahyono

  1. Makna Simbolik Arca Berphallus

 

Apakah pemahat arca yang tampil telanjang bulat dengan kemaluan menonjol tak proporsional ini hendak "berporno ria"? Tentu tidak. Menukik arca- arca lain yang bersamanya, patung unik dari masa Hindu-Buddha ini masuk dalam konteks perangkat upacara. Artinya, ada pertimbangan dan maksud religis atas pembuatan dan penggunaannya. Jika benar demikian, mengapa phallusnya digambarkan sebesar dan sepanjang itu?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut. Ada baiknya dilakukan perbanding dengan arca-arca serupa, seperti terdapat di (a) Situs Gaprang di Kabupaten Blitar, yang berupa arca raksasa dan raksasi dengan phallus dan vulva kelewat besar, (b) arca dan relief raksasa di Candi Sukuh, (b) arca Bhairawa (Bhima) pada Pura Kebo Edan di Gianyar, (d) arca phallus naturalis di Candi Ceto, (e) arca pria telanjang dengan phallus sebagai jaladwara (pancuran air) di situs Reco Warak, dsb. Tidak jauh dari Dusun Jatimulyo itu, yaitu di Desa Ngujang, menurut pemberitaan dalam ROC (Raporten Oudhkundige Commisie) terbitan tahun 1908 pernah terdapat arca yang berbentuk "gathak" -- istilah lain dari "gathel", yakni sebutan untuk kelamin laki-laki. Arca-arca tersebut berasal dari masa keemasan hingga akhir Majapahit, utamanya di bangunan-bangunan suci ketegori "suddharma lpas".

Baca Juga: Merayakan Kemerdekaan di Kampung Wisata Tematik Kota Malang

Secara simbolik, phallus adalah simbol "kesuburan (vertility)", yang dipuja dalam konteks ritus kesuburan (vertility cult). Bersama dan bersatunya phallus dengan vulva membuahkan kesuburan, baik pada tanaman ataupun binatang. Penyatuan unsur maskulin (dalam rupa simbolik "phallus") dan feminin (vulva) menghadirkan "kekuatan tertinggi", seperti unitas Lingga-Yoni sebagai simbol bersatunya Dewa Siwa dan sakti (istri)-nya, yaitu Parwati (Uma). Selain itu, phallus juga mempunyai fungsi relugio- magis yang berkenaan dengan "magi penolak atau pelindung (protectoric)", yaitu media penolak bahaya gaib.

 

Sebenarnya, arca-arca yang digambarkan dengan phallys menonjol tak hanya dijumpai pada patung- patung masa Hindu-Buddha, melainkan semenjak Zaman Prasejarah, khususnya pada arca megalitik simbolik-monumenta. Arca 'tradisi megalitik baru (youngest megalitik tradition) yang berukuran amat besar di Padang Sepe daerah Bada di Sulawesi Tengah juga digambarkan dengan phallus dan vulva yang menonjol. Demikian pula pada seni pahat dan kain tenun etnik, gambaran figur manusia ataupun binatang berphallus menonjol acap di jumpai. Pada halaman ke-3 Candi Sukuh, tepatnya pada panil cerita "Bhimo Bungkus", tokoh Gaja Sena dipahatkan dengan phallus besar dan ereksi.

 

  1. Phallus sebagai "Barang Kang Permono"

Alat jelamin, baik laki-laki ataupun perempuan", disebut sebagai "barang kang permono", organ tubuh yang penting. Ada juga yang menyebutnya dengan "wawadinta", yakni barang "sing wadi (utama)". Oleh  karena itu, pada seni pahat dan produk seni rupa lainnya, phallus dan vulva acapkali ditampilkan, tanpa ada pretensi kepornoan, bukan dengan maksud eksibisionalistik. Pada konteks religio-magis, selain phallus menjadi media dalam ritus kesuburan, juga dijadikan sebagai media penolak bahanya gaib. Tak selalu phallus dan vulva hadir terpisah. Ada kalanya keduanya berelasi dalam bentuk "coitus (setubuh)", dimana unsur feminin dan maskulin bersatu, yang diyakni sebagai menghasilkan kekuatan tertinggi.

 

Relief coitus didapati sebagai relief lantai di lorong gapura I Candi Sukuh dan di halaman luas Candi Cetho, berupa koneksi phallus-vulva. Dalam wujud relief candi, penggambarannya bisa berupa adegan sanggama (persenggamaan). Perihal ini juga tampil pada sumber data tekstual, yang dilakukan dalam konteks upacara. Misalnya, maituna (hubungan seksual) pada Pancamakarapuja di dalam ritus Tantra.

 

Demikianlah paparan tentang arca ber-phallus tidak proporsional di Dusun Jatimulyo dan perbandingannya dengan arca dan relief serupa. Sekali lagi, arca dengan gambaran demikian bukan dibuat oleh pematung (taksaka) yang "berpikiran ngeres (porno)". Yang "ngeres" itu adalah pikiran asisiatif yang melihatnya, lantaran ia tidak memahami makna religius- magisnya. Nuwun .

Halaman:

Editor: Abdul Malik

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Gerimis (3)

Jumat, 31 Maret 2023 | 20:56 WIB

Gerimis (2)

Jumat, 31 Maret 2023 | 07:40 WIB

Nara Teater Bersiap Untuk Festival Bale Nagi 2023

Jumat, 31 Maret 2023 | 07:34 WIB

Gerimis (1)

Kamis, 30 Maret 2023 | 12:57 WIB

Triawan dan MMI

Kamis, 30 Maret 2023 | 12:43 WIB

Bulan Suci

Selasa, 28 Maret 2023 | 23:13 WIB

Yongki Irawan Dalam Kenangan

Selasa, 28 Maret 2023 | 22:15 WIB

Mbah Yongki Irawan

Selasa, 28 Maret 2023 | 20:01 WIB

Nyi Puthut dari Mbok Gundari ke Mbah Yongki

Selasa, 28 Maret 2023 | 19:39 WIB

Reinkarnasi Kebangkitan Sepak Bola Arek Malang

Selasa, 28 Maret 2023 | 19:15 WIB

Hidup Di Negeri Antah Berantah !!!

Selasa, 28 Maret 2023 | 18:57 WIB

Pulau Madura

Minggu, 26 Maret 2023 | 08:42 WIB

Generasi Intoleran vs Generasi Jemparingan

Sabtu, 25 Maret 2023 | 06:50 WIB

Marhaban Ya Ramadhan

Sabtu, 25 Maret 2023 | 06:16 WIB

Kalatidha Kotaku?

Jumat, 24 Maret 2023 | 10:43 WIB

Tahun Baru Caka

Kamis, 23 Maret 2023 | 09:59 WIB
X