Oleh N iksan Breykele
Ketika saya dihubungi untuk memberikan pengantar pada pameran tunggal dari anak berusia 11 tahun. Secara cepat mengambil kesimpulan, karyanya: penuh spontanitas, naif, atau penuh dengan pengulangan-pengulangan. Namun setelah saya melihat karyanya dengan pandangan tersebut bergegas berubah. Dari karya-karya Runa Dhafira yang terajut dalam tema “RUNAPHORIA” ternyata mencerminkan keotentikan dari seorang anak (seniman) dengan pengalaman khasnya. Ai telah mengejawantahkan dari pengalaman keseharian yang dilihat di lingkungan sekitar dengan objek: peri, rumah, pohon, perahu, laut, dan bunga menjadi ideum visual yang di torehkan di atas kanvasnya.
Idiom visual yang dilihatnya, ada keterlibatan dengan perasaan yang diasosiasikan dalam pengalaman khas personal secara psikologis dan diungkapkan dalam bahasa rupa. Keberanian dan mengungkapkan diri dengan perkembangan pribadi tampak dalam goresan ekspresif yang menjadi karakteristik usianya. Hal ini dapat diidentifikasi pada goresan ekspresif di tiap-tiap karyanya. Menariknya lagi Runa begitu leluasa bebas dan berani bereksperimen baik dalam goresan membentuk gambar di tiap-tiap karya, dan dengan objek gambar yang dinamis. Porsi inilah yang menurut saya yang menjadi modal yang fundamen dalam berkarya seni.
Pemahaman tidak lepas dengan prose perkembangan menggambar pada seorang anak. Meminjam pandangan Rodha Kellog dengan bukunya Analyzing Children’s Art. mengklasifikasikan tingkat perkembangan menggambar anak berdasarkan usia dan tahap perkembangan sosial intelektualnya:
- Periode coret-mencoret, periode ini berlaku pada anak usia 2-4 tahun. Periodesasi ini dibagi tiga fase: goresan tak beraturan, goresan terkendali, dan goresan bermakna.
- Periode Pra bagan, dialami anak pada usia 4-7tahun. Mulai menggambar bentuk-bentuk yang berhubungan dengan dunia sekitar mereka. Rumah, manusia pohon dan lingkungan sekitarnya menjadi obyek yang menarik perhatian anak.
- Periode Bagan, dengan usia anak 7-9 tahun. Menggambar objek dalam suatu hubungan yang logis dengan gambar lain. Konsep ruang mulai nampak dengan adanya pengaturan antara hubungan objek dengan ruang, gambar mulai realistis, mulai mengarah ke bentuk-bentuk yang mendekati kenyataan.
- Periode Awal Realisme, usia anak 9-12 tahun. Pada masa ini ditandai oleh besarnya perhatian anak terhadap objek gambar yang dibuatnya. Bentuk-bentuk gambar mulai mengarah ke bentuk realistis, tetapi nampak lebih kaku, hal ini sebagai akibat perkembangan sosial yang meningkat, mereka lebih memikirkan bentuk gambar yang dapat diterima oleh lingkungannya, akibatnya spontanitas berkurang. Anak mulai mengekspresikan obyek gambar dengan karakter tertentu, lelaki atau wanita secara jelas.
- Periode Naturalistik Semu. Periode ini berlaku bagi anak berusia 12 sampai 14 tahun. Masa pra puber. Gambar yang dibuat sesuai dengan objek yang dilihatnya, sehingga timbul minat terhadap naturalisme, terutama pada anak yang bertipe visual. Anak mulai menggambar sesempurna mungkin, sehingga detail lebih diperhatikan, akibatnya spontanitas hilang. Oleh karena itu pada periode ini merupakan akhir dari aktivitas spontanitas. Anak menjadi kritis terhadap karyanya sendiri. Ia mulai memperhitungkan kualitas tiga dimensi (perspektif). Berdasarkan klasifikasi Rodha Kellog diatas dikorelasikan usia Runa 11 tahun menjadi relevan untuk karya dengan usianya. Ia mencoba gaya realis, berusaha menggambar sedetail mungkin, dan mengurangi spontanitas ada beberapa bagian di karyanya. Menjadi proses yang alamiah. Porsi ini yang cukup penting, dimana sebuah kegiatan menggambar/melukis bagi anak bisa jadi sepenuhnya tidak dilatarbelakangi spirit berkesenian, namun bisa jadi ada dorongan sebagai sebuah permainan. Sebuah permainan yang dapat mengembangan daya imajinasinya, yang menjadi fitrahnya dalam periode berkembangnya kreativitas dan daya ingin tahu yang lebih. Pemahaman pada anak dalam proses bermaian ia juga belajar, bereksperimen, berekspresi, dan berkreasi. Pablo Picasso (1881-1972) menyatakan bahwa orang dewasa sebaiknya jangan mengajar anak-anak untuk menggambar, sebaiknya orang dewasalah yang harus belajar dari anak-anak. Statemen ini menempatkan orang tua (dewasa) dalam porsi untuk memfasilitasi dan mengarahkan tumbuh kembang anak secara alamiah.
Disini cukup beruntungnya Runa Dhafira dengan kedua orang tua yang sangat memfasilitasi dalam proses tumbuh kembanganya. Diberikan keluasan mengekspresikan diri melalui seni dan kedua orang tuanya sadar bahwa seni merupakan salah satu jalur aktualisasi diri, selain sains, filsafat, maupun agama. Hal ini berbanding terbalik dengan pandangan masyarakat umum bahwa seni merupakan wilayah yang dianggap kurang penting dalam kehidupan.
Di wilayah seni yang sangat luas, Runa kamu punya kebebasan untuk berekspresi, eksperemen, dan eskplorasi apapun. Selamat berpameran……tabir misteri masih banyak belum tergali.
Akhirnya saya cukup menyadari dari uraian singkat ini, sebatas sepenggal perspektif untuk menyelami secara persona seorang Runa sebagai seniman anak. Dan sangat mungkin beragam perspektif untuk dapat mengapresiasi karya-karya Runa dalam pameran tunggal ini. Saya kembalikan secara otonom pada audien untuk menyelami wahana khas seorang Runa di RUNAPHORIA-Nya.
*Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya
Artikel Terkait
Ini Jawaban Pj Wali Kota Batu Terhadap Pandangan Umum Fraksi Atas 2 Raperda
Bupati Malang Raih Penghargaan Dari Kementrian Desa PDTT
Berita Foto : Menengok Stadion Kanjuruhan, 8 Bulan Paska Tragedi
Pamit Ke Pasar Malam, Pelajar SMP Kemlagi Menghilang dan Tak Bisa Dihubungi
Besok PSSI Gelar Konvoi Punggawa Timnas U-22