Oleh Wibie Maharddhika
“Alhamdulillahilladzi kholaqol mawta walhayata liyabluwakum ayyukum ahsanu ‘amala”. Artinya, segala puji bagi ALLAH Yang Menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji di antara kamu, siapa yang lebih baik amal perbuatannya. Dengan bergetar, kalimat itu diucapkan Walikota Malang Drs. H. Sutiaji saat memberikan sambutan penghantar keberangkatan jenazah Sang Maestro Seni Malang, Almarhum Mbah Yongki Irawan sebelum dimakamkan Selasa 28 Maret 2023 pagi. Pak Walikota layak jika lalu tersengguk-sengguk menangis haru saat itu. Malang dan bahkan Indonesia kehilangan asset hidupnya yang sangat berharga. Yongki Irawan adalah tokoh sepuh serta seniman pejuang dan pejuang seniman yang sulit dicari padanannya di dunia pentas budaya tradisi di Malang Raya. Ketulusan, rasa kebapakan, paseduluran dan renungan reflektifnya yang menafasi keunikannya dalam hidup serta berkesenian menarik simpati besar pemerintah, kolega, para tokoh seni budaya, jurnalis dan masyarakat luas.
Penulis secara lebih dekat diperjumpakan awal oleh Pak Agung H Buana dengan Almarhum di acara sarasehan Malang Retro dan refleksi akhir tahun oleh Bappeda Kota Malang di penghujung tahun 2021 lalu. Saat itu Almarhum bersama penulis bersama memaparkan makna Malang Raya sebagai Mata Air Peradaban. Beliau banyak menyampaikan tradisi budaya leluhur yang kental dengan ritual memanfaatkan air sebagai sarana bersuci dengan cara beraneka. Penulis sangat menaruh hormat dengan keluasan wawasan dan kejernihan pemikiran Sang Maestro. Pola pikir “kaweningan” yang membuat pandangannya selalu “open minded” dan tampak siap selalu belajar serta menerima hal-hal baru dalam pergerakan dunia berkesenian Malang Raya. Salah satu contoh adalah inisiatif Almarhum untuk mengajak penulis kala akhir masa pandemi lalu guna mementaskan “Beksan Wanara” yang notabene bukan khas khasanah Brang Wetan di acara Car Free Day Kajoetangan. Sikap yang sangat meng-Indonesia dalam penghayatan Bhineka Tunggal Ika. Bagi penulis, hal itu membuktikan level ketulusan, keberanian, kepercayaan diri dan jiwa luas ke-Nusantara-an-nya. Sekaligus bukti bahwa “jiwa sepuh Malangkucecwara” sebagai DNA kebhinekaan bangsa senantiasa menafasi perjalanan kebudayaan di tanah Sang Amurwabhumi ini.
“Saya merasa belum bisa membalas kebaikan bumi pertiwi Malang yang menghidupi saya. Saya sangat mencintai Malang dan berharap kota ini terus bisa menginspirasi kejayaan bangsa Indonesia”, demikian tutur Almarhum siang hari kepada Walikota Malang sebelum tengah malam kewafatannya. Sungguh curahan hati seorang pejuang sejati. Kalimat yang menampar-nampar hati nurani orang yang punya kepekaan rasa. Kata-kata yang diucapkan dengan kesadaran terdalam sebagai insan yang sudah “bisa rumangsa lan ngrumangsani”. Siapa koleganya yang selama ini tak mengenal kerendahan hati dan jiwa tua orang besar ini? Layaklah jika para seniman budayawan kota Malang khususnya menganggapnya sebagai “Bapak” bagi semua.
Istimewa nya lagi, TUHAN Membuktikan Kebesaran-Nya dengan memanggil pulang Almarhum di bulan suci Ramadhan yang tahun ini di awali dengan hari raya Nyepi. Ini sangat jelas bagi banyak orang bahwa Mbah Yongki tampak memiliki catatan “khusus” bagi-NYA. Ada rahasia hubungan spiritual mistikal yang pastinya tak diketahui oleh orang lain. Sebuah hubungan intim antara dirinya dengan Sang Pencipta saja. Bahkan barangkali dirinya pun tak memahami hal itu. Yang ada hanya kepolosan hati yang teguh dalam menapak jalan sunyi. Dan kerinduan Almarhum kepada rasa pasrah “sumeleh sumarah” yang dijiwai oleh keheningan batin tampak Dijawab oleh GUSTI Sang Maha Welas Asih dengan memanggilnya di tengah kesucian ibadah umat.
Baca Juga: Yongki Irawan Dalam Kenangan
Sifat Welas Asih TUHAN termanifestasi dalam perjuangan Mbah Yongki dalam upaya tak henti-hentinya merengkuh merangkul anak-anak dan kaum muda untuk peduli dan cinta kesenian tradisi. Penulis yakin inilah kunci keberhasilannya sebagai seorang seniman pendidik yang sangat menyayangi generasi penerus. Penulis menaruh hormat setinggi-tingginya, terinspirasi dan meyaksikan skenario Sang Pencipta yang indah agung pada perjalanan hidup sang pendekar serba bisa ini. Jauh dari penilaian dan persepsi manusia, maka Penyutradaraan-NYA Semakin nyata hanya dipenuhi Kasih, terlebih kepada mereka yang ikhlas, sadar diri dan berjuang demi kepentingan sesama dengan rasa cinta, sebagaimana teladan almarhum. Kami bersaksi beliau orang yang baik, piyantun sae, pribadi istimewa. Dan akhirnya kedamaian, kesucian dan kesunyian jernih hening NGALAM Ramadhan pun memeluk jiwa berserah Mbah Yongki Irawan. “Kullu man ‘alayha fan, wayabqho wajhu dziljalali wal ikrom”. Segalanya nisbi dan fana, tak ada kelanggengan suka atau duka. Sementara keabadian adalah Wajah Sang Maha Agung dan Mulia Semata. Ampuni dan Rahmatilah jiwa Almarhum Ya ALLAH…. Lahu AL-FATIHAH…..
*NGALAM SOCIETY
Artikel Terkait
Nyai Putut, Tidak sekedar permainan jadul
Nyi Puthut dari Mbok Gundari ke Mbah Yongki
Mbah Yongki Irawan
In Memorium Yongki "Putut" Irawan, Konservator getol " Nyi Putut"
Yongki Irawan Dalam Kenangan