Muyassaroh El-yasien
“HAI, Ra!”
“Hai juga! Tapi, kamu siapa yah?”
Lelaki di depanku ini hanya mengulum senyum sambil menggaruk-garuk kepalanya.
“Kamu siapa sih?” tanyaku lagi. Penasaran karena aku tak pernah melihat dia sebelumnya.
“Kenalin, aku Yeyen. Anak kelas 3 sosial 2”
aku hanya melihat tangannya yang terulur. Karena aku tak menggapainya, ia segera menarik tangannya kembali. Sebenarnya aku ingin tertawa tapi urung karena tak tega melihatnya malu.
“Sorry, kita bukan muhrim.” Ucapku kemudian “Hmm…”
“Mau kamu apa?”
“Cuma pingin kenalan” jawabnya dengan mimik wajah yang datar. Tanpa ekspresi.
Kali ini aku tak menahannya. Aku tertawa. Yeyen tampak kaget melihatku, dan menatapku seperti melihat orang yang tiba-tiba kerasukan. Aku tambah ngakak.
“Kamu kenapa?” “Lucu!”
“Apanya yang lucu?”
“Tuh, muka kamu…” balasku sambil berjalan meninggalkannya. Yeyen masih terbingung-bingung, bahkan, aku sempat menoleh dan melihat dia sedang meraba-raba wajahnya.
Dasar aneh. Desahku sambil tersenyum sendiri.
“Hahaha…!”
“Pasti mukanya lucu banget, ya, Ra?” lanjut Sheila, teman dekatku.
“Anaknya yang mana sih?” Irni ikutan nimbrung “Ssssttt…!”
Teman-teman segera membungkam mulutnya. Aku berbisik pelan, “itu orangnya.” Sambil menunjuk ke arah seseorang yang melintas di depan kami.
“So Sweet…” komentar Irni. Sambil berdiri tanpa melepaskan pandangannya. Sheila termanggut-manggut mengiyakan.
“Dari sisi mana kamu menilai dia Sweet? Tanyaku setelah Yeyen tak terlihat lagi.
“Dari sisi mana aja, Ra! Cowok sekeren itu kamu cuekin?
Sayang kan…?! ”
“Kamu Shell, Cuma bisa lihat orang dari tampangnya aja!” ucapku jutek.
“Habisnya, aku gak bisa lihat yang dalem-dalem, sih, kayak kamu.”
“Inner beauty maksud kamu?” “Iya, Ra! Begitu maksudku”
“Kirain dalem-dalem yang mana…” timpalku berseloroh.
“Hahaha…”
Aku dan mereka memang telah bersahabat sejak SMP. Sekarang Tuhan kembali mempertemukan kami di SMA. Tapi, mereka tak tahu apa yang kuinginkan. Aku ingin juga disukai oleh orang yang tidak hanya tampan wajahnya tapi juga hatinya. Seperti Mr. Hadi, guru bahasa inggrisku yang tampan dengan kacamatanya.
“Ra, kamu nglamun ya…? Rasya… hei!” ujar Irni sambil menggerak-gerakan kedua tangannya di depan wajahku. Membuyarkan lamunanku.
“Apa? Hhh… kenapa?.” Jawabku lumayan kaget. Aku tidak mau teman-temanku tahu kalau aku punya rasa pada guru muda itu. Tak ada yang boleh tahu, siapapun!
Seperti biasa, saat jam istirahat aku segera berlari menuju perpustakaan sekolah. Di sana tak begitu ramai, hanya ada beberapa siswa dan tentunya seorang penjaga perpustakaan. Beda sekali dengan kantin sekolah yang disaat seperti begini sangat ramai dikunjungi.
“Assalamualaikum!”
Aku menoleh ingin tahu siapa yang sepertinya telah menujukan salamnya padaku.
“Waalaikumsalam,” jawabku agak gugup. Ternyata Mr. Hadi yang sedang berada di hadapanku. Aku mulai mengatur nafasku. Memaki detak jantungku yang mulai tak beraturan.
“Bisa geser dikit? Ada buku yang mau saya ambil.” “Oh. Silahkan…”
Aku tidak hanya bergeser sedikit, tapi segera meninggalkan tempat itu. Meninggalkannya. Aku benci dengan kegugupanku saat bertemu dengan Mr. Hadi.
BUKK!
“Auuw!” aku hampir terjatuh ketika menabrak seseorang tanpa sengaja.
“Sorry, sorry. Aku gak sengaja”
“Kamu sih, jalan gak pakai mata” ucap Sheila sambil menatapku serius.
“Gak sengaja Shell, habis aku buru-buru.” “Kamu kenapa sih, Ra? Ko' kelihatan aneh…”
“Gak. Aku gak papa,” jawabku dengan nafas yang masih ngos-ngosan.
“Tapi ko' beda sih. Ada yang gak beres nih…?” pancingnya.
Bukannya pergi dariku, Sheila malah mengitariku penuh curiga.
“Apa-apaan sih!” bentakku.
“Tanda-tanda jatuh cinta nih! Hayo, sama siapa hayoo…?” tanya Sheila sambil melihat ke cowok-cowok yang lewat di depan kami.
“Sheila! Resek ah!”
Baca Juga: Cerpen All About Trust & Love (5)
Aku mulai resah. Takut kalau-kalau saat Mr. Hadi keluar dari perpustakaan, aku langsung pingsan di tempat.
“Shell, berhenti deh!” pekikku.
Sheila tidak menggubris omonganku. Dia malah berteriak-teriak memanggil Irni
“Ada apa sih?” sahut Irni sambil melangkah mendekati
kami.
Sheila langsung berbisik-bisik sendiri dengan Irni,
sambil sesekali menoleh padaku. Aku memukul keningku sendiri. Sungguh, hari yang menyebalkan, batinku.
“Berhentiii…!” bentakku. Lantas segera berlari meninggalkan mereka berdua.
BUUK!
“Sorry Mr.!” Ucapku sambil meringis karena malu. “Oh, no matter.”
“Hahaha… hihihi…” Sheila dan Irni tertawa melihatku. Aku menangkup mukaku dengan kedua telapak tanganku kuat-kuat. Ingin aku segera lenyap saja dari dunia ini! (bersambung)
Artikel Terkait
Cerpen All About Trust & Love (1)
Cerpen All About Trust & Love (2)
Cerpen All About Trust & Love (3)
Cerpen All About Trust & Love (4)
Cerpen All About Trust & Love (5)