Kemiskinan dan Isu Eksploitasi Anak Hanyalah Pengalihan Dari Ketidak Mampuan Mempertanggung Jawabkan Jabatan
Acara SCTV Buser Investigasi
Miris Anak-anak di Negeri Bahari membahas tentang anak-anak yang bekerja di daerah Pesisir di Kota Probolinggo. Kepala Dinas Perikanan masih bicara tentang eksploitasi anak, di karenakan anak-anak itu bekerja dan menghimbau jika ada masyarakat yang melihat adanya anak yang bekerja, agar melaporkan ke dinas terkait. Di lapangan biasanya mereka membuat kebijakan dengan melarang dan mengusir anak-anak yang mendekat ke pesisir, dan biasanya itu terjadi dengan ketat selama beberapa hari, ketika dirasa sedang dalam pantauan media yang serasa dengan isu eksploitasi anak.
Saya jadi ingat salah satu ungkapan Alm. Gus Im tentang Forum yang membicarakan kemiskinan di Hotel berbintang, sementara para pembicara kemiskinan itu menambah pundi-pundi hartanya, disisi lain orang-orang miskin yang mereka diskusikan tetap saja makan seadanya seperti biasanya dan tak berubah sedikitpun.
Sejatinya anak-anak ini memang benar-benar dari dan hidup ditengah keluarga miskin, dimana kedua orang tuanya bekerja sehari bisa lebih dari 10jam, baik itu bapak atau ibunya, dan itupun tak jarang membawa sisa pekerjaannya pulang ke rumah untuk diselesaikan dirumahnya, sehingga jika dihitung jam kerja mereka bisa lebih dari 10-14jam sehari dengan pendapatan yang pas-pasan, karena minimnya hasil yang didapat atau mendapatkan gaji murah.
Karena tekanan ekonomi yang membelit kedua orang tuanya, sehingga kedua orang tuanya sedikit kesempatannya untuk bisa berinteraksi dengan anak-anak mereka. Tak ada eksploitasi yang terjadi disana, sebab anak-anak tersebut memang sengaja bekerja demi membantu tekanan ekonomi kedua orang tuanya. Mereka adalah anak yang berusaha berbakti pada kedua orang tuanya. Ada yang tak bersekolah karena memang orang tuanya tak mampu membiayai. Ada juga yang keputusan si anak itu sendiri, agar tak semakin membebani tanggungan orang tuanya.
Lalu kenapa bahasa eksploitasi anak banyak sekali muncul dari para intelektual dan lembaga pemerintah ?
Jika kita mau memperhatikan antara fakta lapangan, maka sesungguhnya istilah eksploitasi anak terus dipakai hanya untuk menutupi kelemahan mereka (para pengambil kebijakan baik itu Politisi ataupun Birokrat) dalam memperhatikan masyarakat dengan segala kebijakannya. Kemiskinan dan anak bekerja sudah berlangsung sangat lama, umur kemiskinan di pesisir dan desa dekat pesisir sudah sangat lama sekali, itu artinya bahwa memang tidak ada program yang konkrit untuk mengatasi persoalan tersebut.
Kebijakan ekonomi yang tidak berpihak pada masyarakat kecil, seperti kebijakan harga garam yang sangat murah, karena memakai standar yang tak mungkin dijangkau oleh petani kecil, yang membuat petani garam justru cenderung meninggalkan pekerjaannya yang sudah berjalan puluhan tahun, pola dari tradisi lama.
Mereka (Politisi dan Birokrat) tidak bicara tentang solusi tentang tekanan ekonomi yang membelit masyarakat nya, akan tetapi isunya di arahkan seolah terjadi pelanggaran pada hak anak. Bukankah istilah pelanggaran itu berlaku kepada seseorang yang telah paham akan adanya aturan dan mempunyai standard kemampuan untuk tidak melanggar aturan tersebut. Jika itu terjadi pada seseorang yang tidak mengetahui aturan dan tidak punya kemampuan dalam memenuhi aturan tersebut, mereka tidak bisa di masukkan dalam kategori pelanggaran.
Isu dan pembahasan diperkuat ke wilayah istilah eksploitasi anak, bukan melihat dari sisi, kenapa para anak-anak itu ikut bekerja keras seperti orang-orang dewasa di lapangan. Meskipun sebenarnya yang terjadi adalah sebuah kewajaran anak-anak itu bekerja membantu orang tuanya atas tekanan ekonomi yang mereka terima dan rasakan.
Bukankah yang terjadi sebenarnya adalah bahwa Negara tidak memberikan hak keadilan dan kesejahteraan pada masyakatnya.
Forum-forum pun diadakan di hotel-hotel selama berhari-hari, membahas tentang sesuatu yang terjadi namun dengan perspektif yang di bolak-balik, perspektif yang seolah politisi dan birokrat telah memberikan hak mereka tentang ekonomi dan keadilan, tapi masyarakat tersebut mengabaikan dan melanggarnya. Sementara fakta lapangan tentang tekanan ekonomi akibat dari tidak adanya kebijakan yang adil bagi mereka tak pernah dibahas untuk mendapatkan solusi atas persoalan tersebut.
Para pegiat forum kemiskinan semakin menambah pundi-pundi uang mereka dan diluar sana, orang-orang miskin keadaannya tetap tak berubah seperti sebelum dan sesudah mereka di jadikan topik pembicaraan.
Jika mau jujur dan kritis, bukan kah yang dilakukan para penggiat forum kemiskinan tersebut hanyalah mengeksploitasi orang-orang miskin hanya untuk menambah pundi-pundi kekayaan dirinya sendiri ?
Orang-orang miskin tetap saja miskin, tetapi mereka dengan sabar dan tak berteriak membabi buta meminta pertolongan dan keadilan.
Bisa jadi mereka telah capek untuk meminta keadilan dan lalu mereka diyakinkan oleh para kakek buyut mereka agar lebih fokus meminta di datangkan keadilan dari Allah.
Selamat berjuang dan salut pada mereka orang tua dan anak-anaknya yang diterjang kemiskinan namun tak mengeluh atas apa yang mereka rasakan.
Artikel Terkait
Polresta Malang Kota Bersama Komunitas Anak Bangsa Gelar Aksi Kemanusiaan
Festival Anak Jember Anak Kita Meriahkan HAN 2023
IGTKI Kabupaten Jember Bangun Karakter Anak Lewat Tari Bolo Pecut
Pentas Seni Anak hingga Jalan Sehat Meriahkan Puncak Agustusan RW 10 Karangbesuki Malang
Forum Anak Situbondo Kirim Puluhan Rekomendasi ke Anggota Dewan, Harap ada Tindak Lanjut